Profil Taman Nasional Berbak Sembilang

Profil Taman Nasional Berbak Sembilang

Profil Taman Nasional Berbak Sembilang

Taman Nasional Berbak Sembilang (TNBS) adalah kawasan konservasi yang terdiri dari dua taman nasional yang berdampingan, yaitu Taman Nasional Berbak di Provinsi Jambi dan Taman Nasional Sembilang di Provinsi Sumatera Selatan. Kedua taman nasional ini dikelola secara terpadu di bawah Balai Taman Nasional Berbak dan Sembilang, yang berlokasi di Jambi. TNBS memiliki keunikan ekosistem lahan basah dan merupakan salah satu kawasan konservasi penting di Indonesia, diakui sebagai Cagar Biosfer Dunia oleh UNESCO pada tahun 2018.

Tujuan Konservasi di Taman Nasional Berbak Sembilang

MELESTARIKAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

Melestarikan keanekaragaman hayati dan ekosistem yang unik

PENELITIAN LINGKUNGAN HIDUP

Menyediakan ruang untuk penelitian dan pengamatan satwa liar

Mendorong ekowisata berkelanjutan yang mendukung ekonomi masyarakat lokal.

Mendorong ekowisata berkelanjutan yang mendukung ekonomi masyarakat lokal.

Menjaga Habitat Satwa Liar

Menjaga habitat satwa liar, termasuk spesies langka

Taman Nasional Berbak

Lokasi dan Luas

Taman Nasional Berbak terletak di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Muaro Jambi, Provinsi Jambi, dengan koordinat geografis antara 1°08’41” hingga 1°40’16” Lintang Selatan dan 104°05’29” hingga 104°25’53” Bujur Timur. Luas kawasan ini mencapai 141.261,94 hektare, menjadikannya salah satu kawasan pelestarian hutan rawa terluas di Asia Tenggara yang masih minim terjamah eksploitasi manusia.

Fauna

Taman Nasional Berbak menjadi rumah bagi berbagai satwa langka, seperti harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), tapir Asia, ungko, kancil, mentok rimba, buaya sinyulong, dan ikan arwana. Selain itu, kawasan ini dikenal sebagai habitat penting bagi lebih dari 250 spesies burung, termasuk burung migran dari Siberia yang dapat dilihat secara berkelompok pada bulan Oktober hingga Maret. Taman ini juga merupakan bagian dari Ramsar Site sejak 1991, menegaskan pentingnya sebagai lahan basah internasional.

Ekosistem

Taman Nasional Berbak memiliki ekosistem yang khas, yaitu kombinasi hutan rawa air tawar dan hutan rawa gambut, yang membentang luas di pesisir timur Pulau Sumatera. Kawasan ini juga merupakan bagian dari bentang alam hutan gambut Berbak seluas 238.000 hektare, yang dikenal sebagai salah satu kawasan konservasi harimau Sumatera. Ekosistem ini kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk berbagai jenis flora seperti meranti, ramin, jelutung, kantong semar, anggrek hutan, rotan, dan palem. Taman ini terkenal memiliki koleksi palem hias terbanyak di Indonesia, termasuk jenis langka seperti daun payung (Johannesteijsmannia altifrons) dan Lepidonia kingii yang berbunga merah/ungu.

Sejarah

Kawasan Berbak awalnya ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1935 dengan luas 190.000 hektare. Pada tahun 1992, statusnya ditingkatkan menjadi Taman Nasional melalui SK Menteri Kehutanan No. 285/Kpts-II/1992. Sejak itu, kawasan ini terus mengalami penyempurnaan status dan pengelolaan, termasuk penetapan luas resmi 141.261,94 hektare pada tahun 2015.gai filter dan transisi antara area konservasi dengan landscape yang dikelola manusia. Jalur migrasi musiman harus dijaga dari gangguan pembangunan infrastruktur untuk memastikan siklus hidup satwa tetap berlangsung normal.

Taman Nasional Sembilang

Lokasi dan Luas

Taman Nasional Sembilang terletak di pesisir timur Provinsi Sumatera Selatan, sebagian besar di Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin, dan sebagian kecil di Kecamatan Lalan, Kabupaten Musi Banyuasin. Secara geografis, kawasan ini berada pada koordinat 104°14’–104°54’ Bujur Timur dan 1°53’–2°27’ Lintang Selatan. Luasnya mencapai 202.896,31 hektare, dengan sebagian besar wilayah didominasi oleh ekosistem mangrove dan hutan gambut.

Ekosistem

Taman Nasional Sembilang didominasi oleh hutan mangrove, hutan rawa gambut, hutan dataran rendah tropis, dataran lumpur, hutan rawa air tawar, dan hutan riparian. Sekitar setengah dari kawasan ini adalah hutan mangrove, menjadikannya ekosistem mangrove terluas di Indonesia bagian barat. Kawasan ini juga merupakan lahan basah Ramsar yang diakui secara internasional, dengan peran penting dalam mitigasi perubahan iklim melalui penyimpanan karbon.

Fauna

Sembilang adalah habitat bagi berbagai spesies fauna yang dilindungi, seperti harimau Sumatera, gajah Asia, tapir Asia, siamang, kucing emas, rusa sambar, buaya muara, ikan sembilang, penyu air tawar raksasa, dan lumba-lumba air tawar. Kawasan ini juga memiliki komunitas burung pantai paling kompleks di dunia, dengan 213 spesies burung tercatat, termasuk koloni pengembangbiakan burung bangau bluwok terbesar di dunia.

Sejarah

Kawasan Sembilang awalnya terdiri dari Suaka Margasatwa Terusan Dalam, Hutan Produksi Terbatas, dan Hutan Lindung Sembilang. Pada tahun 1994, kawasan ini ditetapkan sebagai Hutan Suaka Alam melalui Peraturan Daerah Sumatera Selatan. Statusnya kemudian berubah menjadi Calon Taman Nasional pada 1998, dan resmi menjadi Taman Nasional pada tahun 2003 melalui SK Menteri Kehutanan No. 95/Kpts-II/03.

Ancaman dan Upaya Konservasi

TNBS menghadapi berbagai ancaman, seperti penebangan liar, kebakaran hutan, abrasi pantai (15 meter per tahun di Sembilang), dan aktivitas tambak ikan. Untuk mengatasi ini, upaya restorasi mangrove telah dilakukan, dengan 200 hektare telah direstorasi di Sembilang. Selain itu, Balai TNBS aktif melibatkan masyarakat sekitar melalui pelatihan pengendalian kebakaran hutan, bimbingan teknis, dan pengembangan usaha ekonomi produktif, seperti budidaya lebah madu dan ternak lele, untuk mengurangi ketergantungan pada aktivitas ilegal di kawasan taman nasional.